Fahmi Idris dipercaya sebagai Ketua Tim Sukses JK-Wiranto dalam Pilpres 2009. Itulah kiprah terakhir Fahmi Idris dalam kancah politik nasional sebelum berakhirnya masa pemerintahan SBY-JK (2004 – 2009). Pada saat pilpres berlangsung, dia masih menjabat sebagai Menteri Perindustrian dalam Kabinet Indonesia Bersatu (dilantik 7 Desember 2005). Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam kabinet yang sama, sebelum digantikan oleh Erman Suparno dalam perombakan yang dilakukan Presiden SBY pada Desember 2005.
Sebelum pemerintahan SBY-JK, Fahmi juga dipercaya oleh Presiden B.J. Habibie 1998-1999) menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja Kabinet Reformasi Pembangunan.
Didikan Masa Kecil
Fahmi Idris lahir di Jakarta 20 September 1943. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Walaupun lahir di ibukota, kedua orang tuanya berasal dari Minangkabau, dan ia dibesarkan dalam budaya Minang. Ayahnya, Idris Marah Bagindo, adalah lelaki Minang yang merantau ke Jakarta. Sebagaimana kebanyakan orang Minang, berdagang menjadi mata pencaharian yang ditekuninya. Ayahanda Fahmi Idris membuka sebuah toko sepatu di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Fahmi Idris kecil belajar banyak hal dari ayahnya. Ia menjadikan ayahnya sebagai idola dan itu selalu dikenang oleh Fahmi. Ketika kecil, sang ayah sudah sering mengajarkan etos kerja dan disiplin yang tinggi kepadanya. Ia sudah terbiasa membantu kedua orang tuanya bekerja, menunggu toko sepatu di pasar senen. Aktifitas ini dilakukannya di sela-sela pulang sekolah, sambil membawa buku pelajaran. Sang ayah memang melatih dengan penuh kedisiplinan. Bukan hanya berdagang, sang ayah juga melatih sisi fisik dari Fahmi dan saudara-saudaranya. Sejak kecil, mereka sudah diajari jurus silat khas Minangkabau, yang bisa digunakan untuk membela diri.
Di daerah kelahirannya, Gang Kenari, Jakarta Pusat, Fahmi kecil dikenal bengal. Ia senang menantang teman-temannya berkelahi. Cita-citanya juga ingin menjadi tentara. ''Sepertinya pekerjaan itu gagah, apalagi kalau pegang senjata,'' tuturnya. Tak heran jika Fahmi Idris mengagumi Jenderal De Gaulle, jenderal perang dari tanah Perancis. Sifat bengalnya ini muncul karena sejak kecil ia sudah diajari pencak silat oleh sang ayah. Sikap disiplin inilah yang membekas dalam diri Fahmi Idris hingga dewasa nanti.
Selain disiplin dalam belajar, sang ayah ternyata juga menanamkan jiwa “melek politik” pada anaknya ini, sebuah hal yang cukup langka dilakukan oleh orang tua pada masa itu. Caranya pun cukup unik. Idris Marah Bagindo selalu mengajak anak-anaknya untuk mendengar pidato Presiden Soekarno setiap tanggal 17 Agustus di depan Istana Negara. Awalnya, Fahmi yang saat itu masih kecil tidak faham apa maksud sang ayah. Namun ketika sudah mulai dewasa, ia baru menyadari bahwa itulah momen-momen awal ia mendapatkan pendidikan politik. Ketika mendengar Soekarno berpidato, saat itulah ia mulai mengenal beberapa istilah yang lazim dalam dunia perpolitikan. Sehingga, ketika ia beranjak remaja, ia tidak lagi merasa takjub dan takut untuk berkiprah di dunia politik. Rupanya, inilah maksud sang ayah. Sang ayah hendak mendidiknya dalam dua bidang yang kelak akan ia geluti di usia dewasa: bisnis dan politik
Setelah beranjak remaja, Fahmi mulai belajar berdagang sendiri. Berbagai hal ia coba, mulai dari berdagang kaos dan usaha-usaha lainnya. Semua itu ia lakukan bukan hanya untuk mencari uang, tetapi juga untuk melatih insting berdagangnya. Dari berdagang sendiri inilah kreatifitas bisnisnya lambat laun mulai terasah. Ia selalu mencoba-coba hal yang baru, selama itu dapat mengembangkan bisnisnya ke arah yang lebih baik. Ketika berjualan kaos misalnya, ia mencoba membuat model warna sendiri, dengan cara mencelup kaos yang aslinya hanya satu warna. Kreasinya membuat kaos buatannya bertambah cantik dan memiliki kekhasan sendiri. Dan akibatnya, dagangannya pun laris manis bak kacang goreng.
Bergulat di Dunia Kampus
Selepas menyelesaikan masa SMA-nya pada tahun 1959, Fahmi Idris pun berinisiatif melanjutkannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia kemudian diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pilihan ini merupakan pilihan yang tepat, mengingat ia bisa lebih mengeksplorasikan bakat turunannya sebagai pedagang.
Di dunia kampus ini, talenta (bakat) politiknya semakin terasah. Fahmi Idris aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Berbagai Kelompok diskusi ia jelajahi untuk mematangkan pengetahuannya. Lewat berbagai diskusi dan organisasi, Fahmi Idris kemudian menjadi salah satu mahasiswa yang sangat disegani, baik karena pengetahuan maupun kapabilitas kepemimpinannya. Fahmi Idris pun dipercaya teman-temannya menjadi Ketua HMI Jakarta periode 1966-1967.
Fahmi Idris juga aktif di Senat Mahasiswa. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI, sebuah jabatan yang sangat bergengsi pada waktu itu.
Selain itu, Fahmi dikenal sebagai mahasiswa yang kritis. Ia tergabung dengan mahasiswa angkatan 66 yang sangat kritis terhadap kepemimpinan Orde Lama. Bahkan, angkatan 66 turut serta menyumbangkan peran atas kejatuhan Soekarno. Fahmi berada di garis paling depan dalam setiap demonstrasi. Dengan semangat berapi-api, setiap mahasiswa mengenalnya sebagai aktifis yang memiliki pribadi sangat menonjol. Pribadinya yang menonjol membuat ia dipercaya oleh kawan-kawannya sesama aktifis mahasiswa. Ia sempat menjadi ketua laskar Arif Rahman Hakim (1966-1968) Anggota DPRGR (1966-1968).
Akibat terlalu asyik dengan gerakan mahasiswa yang ditekuninya, jalur pendidikan formalnya sempat terganggu. Fahmi Idris tidak menyelesaikan pendidikannya di FEUI tersebut, walaupun pada akhirnya ia meneruskannya lewat jalur ekstensi. Kemudian ia juga mengambil jenjang pendidikan Financial Management for Non-Financial Manager (1973)
Menekuni Dagang
Selepas dari bangku kuliah, putera Minang ini kembali menekuni bakat lamanya: berdagang. Bangku kuliah kini benar-benar mendewasakannya. Lewat jaringan yang ia bangun ketika masih duduk di perguruan tinggi, ia pun mulai mengembangkan sayap bisnisnya. Bersama rekan-rekannya sesama mahasiswa Fakultas Ekonomi UI dan Eksponen 66, seperti Ponco Sutowo, Aburizal Bakrie, Sugeng Suryadi, Jan Darmadi, dan Adi Sasono, ia mendirikan sejumlah perusahaan. Perusahaan pertamanya sebagai pengusaha adalah CV Pasti dan Firma Kwarta Daya.
Lewat PT Kwarta Daya Pratama, 1969, Fahmi terlibat dalam 10 perusahaan. Persekawannya dengan beberapa sejawat tenar melahirkan Kelompok Delapan (Kodel), sebuah jaringan bisnis yang cukup menggurita pada masa itu. Kelompok Delapan yang beranggotakan Fahmi, Soegeng Sarjadi, Ponco Nugro Sutowo, Jan Darmadi, dan Aburizal Bakrie, bergerak di bidang perdagangan, industri, dan investasi.
Sementara itu, Fahmi juga menjabat sebagai Direktur di PT Krama Yudha, sebuah perusahaan patungan mobil dengan Jepang maupun divisi kawat las yang bekerja sama dengan Philips dari Negeri. Aktifitas bisnisnya pun terus merambah ke berbagai bidang. Perusahaan lain yang juga dipegangnya adalah PT Parama Bina Tani, PT Delta Santana, PT Wahana Muda Indonesia, PT Dharma Muda Pratama, PT Ujung Lima, dan CV Pasti. Perusahaan tersebut masing-masing membidangi usaha agrokimia, perlengkapan industri minyak dan gas bumi, konstruksi dan rekayasa untuk pabrik metanol di Bunyu, pergudangan dan muatan, dan transpor. Dalam usia yang masih tergolong muda pada masa itu, Fahmi Idris dan kawan-kawannya sudah merajai pentas bisnis nasional.
Terjun ke Politik Praktis
Tidak puas menikmati kesuksesan dalam bidang bisnis, Fahmi Idris kembali menjajal kemampuannya dalam ranah politik. Kali ini, ia ingin mencoba kiprahnya melalui partai politik. Partai yang dipilihnya pada masa itu adalah Golongan Karya (Golkar). Alasannya, ia melihat bahwa Golkar memiliki visi yang jauh ke depan. Selain itu, struktur Golkar yang terdiri dari kaum profesional ia anggap cukup cocok dengan kediriannya. Akhirnya pada tanggal 3 Maret 1984, Fahmi Idris pun menandataganis pernyataan masuk Golkar. Hal itu dilakukannya langsung di hadapan Ketua Umum Golkar pada masa itu, Sudharmono SH. Masuknya Fahmi Idris ke Golkar tidak sendirian. Ada beberapa kawan yang ternyata seide dengan dirinya. Abdul Latief, Aburizal Bakrie, dan beberapa sahabatnya lainnya. Klop. Ia pun menemukan kembali persekawanannya dengan para sahabat tersebut.
Karena totalitas, juga kapabilitas yang dimilikinya selama ini, karirnya di Golkar maju pesat. Selang beberapa tahun setelah menjadi anggota, ia pun dipercaya menduduki berbagai jabatan. Dari tahun 1998 hingga 2004, ia adalah Ketua DPP Golkar di Jakarta.
Fahmi Idris sempat dipecat keanggotaannya dari partai Golkar oleh ketua Golkar pada saat itu, Akbar Tandjung. Pasalnya, terjadi perselisihan pendapat antara Fahmi dan Akbar yang mendukung pasangan Megawati-Hasyim Muzadi pada pemilihan presiden putaran kedua tahun 2004 lalu. Fahmi pulalah yang menggagas forum Pembaruan Partai Golkar. Fahmi menganggap bahwa langkah yang dilakukan oleh Akbar Tanjung merupakan langkah yang keliru. Mengapa mendukung Megawati, yang nyata-nyata selama ini selalu menjadi lawan politik partai Golkar, sedangkan di saat yang sama ada Jusuf Kalla yang maju menjadi wakil presiden, yang nota bene adalah kader dari partai Golkar? Perselisihan pendapat inilah yang semakin memperbesar perseteruan Akbar dengan Fahmi, yang berujung pemecatan Fahmi Idris dari partai Golkar (September 2004).
Akan tetapi, bola panas politik pada saat itupun berbicara lain. Pemilihan Presiden dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Kemudian, Jusuf Kalla berhasil menjadi ketua umum partai Golkar, mengalahkan Akbar Tanjung. Akhirnya, jabatan Fahmi Idris pun dikembalikan lagi, keanggotaannya di Golkar dipulihkan dan diangkat jadi Anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar (2004 – 2009).
Menjadi Menteri di Tengah Kecamuk Politik
Karir Fahmi di ranah politik terbilang sukses. Berbagai jabatan silih berganti diembannya. Pada tahun 1998, Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan pimpinan B.J. Habibie (1998-1999), Fahmi dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja. Masa jabatan ini tidak begitu lama ia emban. Pasalnya, masa jabatan kabinet B.J. Habibie pun terbilang sangat singkat, hanya 2 tahun. Kabinet B.J. Habibie hanyalah kabinet sementara pasca turunnya Presiden Soeharto hingga Indonesia menggelar pemilu. Karena masa jabatan yang cukup singkat, serta situasi politik yang saat itu tengah bergejolak tidak menentu, maka pada saat itu memang tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Fahmi Idris.
Akan tetapi pada periode tahun 2004, ia kembali dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kali ini, ia memiliki cukup kesempatan untuk membaktikan diri sepenuhnya kepada negara.
Seusai serah terima jabatan dari menteri tenaga kerja terdahulu, Jacob Nuwa Wea di Kantor Depnakertrans, Jakarta, 21 Oktober 2004, Fahmi langsung tancap gas. Ia menegaskan akan segera membentuk tim khusus untuk menangani pemulangan sekitar 700.000 Tebaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal dari Malaysia. Persoalan Tenaga Kerja Indonesia memang menjadi persoalan yang krusial. Nasib mereka sangat menyedihkan, sementara tidak ada pihak yang memiliki kepedulian. Padahal, mereka adalah salah satu penghasil devisa terbesar untuk negara ini. Karena itu, Fahmi Idris langsung memberikan upaya-upaya dan dukungan-dukungan yang diperlukan bagi selesainya persoalan para TKI yang ada di luar negeri ini.
Selain itu, Fahmi juga berkonsentrasi untuk meningkatkan kinerja di lingkungan departemen yang dipimpinnya. Dengan konsep manajemen yang matang, sebagai hasil dari pengalamannya bergulat di bisnis swasta yang menggunakan manajemen efektif, ia pun merobak jajaran birokrasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ia berusaha meningkatkan kinerja di lingkungan Depnakertrans. Selain itu, ia juga memperhatikan kebutuhan dan nasib para pegawai yang berada di bawah kewenangannya. Karena, tidak mungkin ada kerja yang bagus tanpa reward yang memadai. Ia berusaha melakukan pembicaraan dengan berbagai pihak menyangkut pemberian tunjangan hari raya, pemutusan hubungan kerja, dan soal penempatan TKI ke luar negeri. Dalam rangka mencari titik temu antar semua pihak, Fahmi Idris kemudian mengundang pengusaha, serikat pekerja, empat organisasi perusahaan jasa TKI (PJTKI), serta lembaga swadaya masyarakat, untuk memperbincangkan kepentingan bersama.
Selain itu, Fahmi Idris juga berusaha keras untuk menunjukkan totalitasnya sebagai menteri dengan menunjukkan kerja konkrit dalam waktu 100 hari. Sebagai program 100 hari, Fahmi mempelajari Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang menuai banyak protes dari pekerja karena dinilai terlalu memihak kepentingan dunia usaha. Seperti pasal yang mengatur pengunduran diri dari perusahaan yang tidak mendapat uang pesangon kecuali kebijakan dari perusahaan tersebut apabila pekerja itu sudah memiliki masa kerja yang lama di suatu perusahaan. Hal ini ia lakukan untuk membela kepentingan pekerja yang selama ini memang selalu diperlakukan sebagai “sapi perah” para pengusaha.
Sebagai salah satu bentuk keseriusannya, pada 05 November 2004, Fahmi Idris pun menemui dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi, di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan tersebut, Fahmi dan Badawi memperbincangkan banyak hal untuk memperbaiki nasib para TKI yang bekerja di Malaysia. Ia menekankan betapa perlunya ada perlindungan untuk para TKI tersebut, serta penempatan yang sesuai dengan keahlian mereka.
Sebagai hasil dari pertemuan tersebut, maka terciptalah beberapa kesepakatan yang diharapkan bisa menjembatani keinginan kedua belah pihak, baik Indonesia selaku pihak penyedia tenaga kerja, maupun Malaysia selaku pihak pemakai tenaga. Dari lobi yang dilakukan Fahmi ini pulalah, pihak pemerintah malaysia masih memberikan tenggat waktu yang cukup panjang untuk memulangkan TKI-TKI yang masuk secara ilegal. Akhirnya, Fahmi berhasil memulangkan sejumlah lebih dari 20.000 orang TKI ilegal kembali ke Indonesia. Para TKI ini akan dipulangkan kembali ke kampung halamannya masing-masing.
Sebenarnya, jumlah TKI yang berhasil dipulangkan oleh Fahmi masih sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan jumlah TKI ilegal yang ada, yaitu sekitar 200.000 orang. Padahal, Fahmi sudah berusaha semaksimal mungkin, bahkan dengan mengirimkan kapal perang dengan kapasitas yang banyak untuk memulangkan para TKI ini. Namun sayangnya, imbauan ini tidak begitu didengar oleh para TKI. Kapal perang TNI yang berangkat dari Port Klang, pelabuhan terdekat dari Kuala Lumpur , hanya memberangkatkan sedikit penumpang.
"Padahal pemerintah Indonesia maupun Malaysia sudah berupaya maksimal,” ungkap Fahmi.
Salah satu kendala bagi Fahmi dalam memulangkan para TKI tersebut adalah karena masih banyak dari mereka yang belum menerima gaji. Bahkan, ada 90 orang TKI yang gajinya belum dibayarkan selama tiga bulan!
“Di Jakarta, nanti kami akan mendesak pemerintah Indonesia untuk membantu kami menagih gaji," tutur Lukman, salah seorang TKI Ilegal yang bekerja di Selangor, Malaysia.
Padahal, keberadaan TKI ilegal ini bisa menjadi ganjalan hubungan baik pemerintah Indonesia dengan Malaysia. Resikonya pun luar biasa. Bila ada TKI ilegal yang terjadi kecelakaan atau kasus lain, maka pemerintah Indonesia tidak memiliki kekuatan hukum untuk membela. Pihak Malaysia bisa saja melakukan razia besar-besaran dan melakukan penangkapan-penangkapan.
Kemudian berbagai tugas berat pun menanti kiprah Fahmi di Departemen Tenaga Kerja ini. Ia pun kemudian gencar melakukan sosialisasi kepada para calon tenaga kerja, agar senantiasa menggunakan jalur resmi jika ingin hijrah ke negara tetangga dan menjadi TKI. Semua itu demi kepentingan mereka sendiri, agar mendapatkan perlindungan yang maksimal.
Reshuffle, Menjadi Menteri Perindustrian
Akan tetapi, sekali lagi pengabdian Fahmi Idris sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak berlangsung lama. Pada 7 Desember 2005, jabatannya sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi digantikan oleh Erman Suparno dalan resufhle yang dilakukan oleh presiden susilo bambang yudhoyono. Fahmi Idris kemudian dipercaya untuk mengemban jabatan yang lebih berat sebagai Menteri Perindustrian. Pergantian ini bagi Fahmi merupakan amanah yang harus ia tunaikan. Baginya, kepercayaan presiden Susilo Bambang Yudhoyono haruslah dibalas dengan kerja keras. Ia pun dilantik menjadi menteri perindustrian pada tanggal yang sama, 7 Desember 2005.
Dalam mengemban tugasnya sebagai Menteri Perindustsrian, Fahmi banyak memfokuskan energinya kepada Industri Kecil Dan Menengah (IKM). Pertimbangannya, IKM ini lebih mengenai kepada ekonomi masyarakat. Industri jenis IKM ini jumlahnya lebih banyak daripada Industri besar, sehingga bila IKM ini tergarap dengan baik, maka kesejahteraan rakyat juga akan semakin membaik. Dan, hal itu juga akan menambah devisa negara.
Dari segi mutu, produk yang dihasilkan industri kecil dan menengah (IKM) di negeri ini ternyata tak kalah dibanding buatan luar negeri. Fahmi menunjuk pada apa yang dilakukan pelaku IKM di Cibaduyut, Jabar. Para pengrajin tas dan sepatu kulit di tempat itu, menurut dia, sudah mampu membuat dan menghasilkan produk dengan merek sendiri dan melakukan ekspor ke beberapa negara, seperti Arab Saudi dan Mesir. "Produk mereka ternyata cukup diminati, meski itu bukan merek terkenal," katanya seperti dikutip Antara.
Sehubungan dengan itu, Menteri Perindustrian meminta kepada seluruh pihak yang bergerak dalam IKM untuk mulai melabeli produk mereka dengan menggunakan merek sendiri. Dia meminta produsen tas, sepatu, dan lainnya tidak menggunakan merek milik orang lain. Itu untuk menghindari tuntutan hukum dari pemilik merek.
Fahmi menyebut contoh produsen tas kulit di Tanggul Angin, Sidoarjo, Jatim, yang hampir dituntut akibat menggunakan merek tas terkenal dari Perancis. "Produsen itu dimaafkan dengan janji tidak akan pernah lagi mempergunakan merek yang sama," kata Fahmi.
Selain tas dari Tanggul Angin dan Cibaduyut, Fahmi juga memuji industri kain etnik khas banjar yang bernama “sasirangan”. Menurutnya, hasil karya sasirangan ini semakin lama semakin memenuhi standar internasional. Kemajuannya pun semakin pesat sejak 10 tahun terakhir. Dalam analisa Fahmi, adanya pembatasan impor tekstil dan produk tekstil merupakan kesempatan bagi pengusaha sasirangan untuk lebih mengintensifkan pemasaran di dalam negeri.
"Sasirangan sudah sangat berkembang. Lihat saja motif-motifnya sudah sangat beragam," kata Fahmi.
Salah satu upaya Fahmi untuk memperbaiki kondisi perindustrian nasional adalah dengan cara meningkatkan investasi. Karena, sebuah usaha mustahil bisa berkembang tanpa adanya suntikan modal. Kalaupun bisa, tentunya akan sangat lambat. Tugas berat Fahmi selaku menteri perinsurtrian adalah melakukan sosialisasi di kalangan dunia usaha mengenai prospek industri di tanah air.
Sadar bahwa kinerja industri tak hanya bergantung pada kinerja instansi yang dipimpinnya, Fahmi terus meyakinkan departemen dan instansi pemerintah terkait serta pemerintah daerah untuk menyadari pentingnya pemberdayaan industri dalam negeri. Ia juga menganut prinsip bahwa Indonesia ke depan harus sanggup berusaha sendiri, baik untuk memproduksi maupun menjual.
"Kalau mau industri dalam negeri terus tumbuh dan investasi terus masuk, kita semua harus membuat suatu kebijakan yang pro terhadap nilai tambah. Meningkatnya kinerja industri tentunya berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan pemberdayaan ekonomi rakyat," kata Fahmi. Selain itu, Fahmi juga tak kenal lelah terus menerus berusaha meyakinkan investor, baik dari dalam maupun luar negeri, bahwa Indonesia masih menjadi negara yang kondusif untuk investasi. Apalagi, hingga kini, pangsa pasar Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
Menurut Fahmi, dunia usaha masih memiliki optimisme yang sangat tinggi untuk bisa meraih investor yang besar. Hal ini tampak ketika ia meresmikan pabrik Daihatsu di Karawang, Jawa Barat. PT. Astra Daihatsu Motor membangun sebuah Engine Plant yang berlokasi di Kawasan Industri KIIC. Daihatsu Engine Plant ini merupakan pabrik perakitan mesin untuk kendaraan-kendaraan Daihatsu. Dibangunnya pabrik ini juga merupakan relokasi sekaligus perluasan dari pabrik lama yang berlokasi di daerah Sunter, Jakarta Utara. Dengan pabrik baru ini, PT. Astra Daihatsu Motor akan meningkatkan kapasitas produksinya dari 114.000 unit per tahun menjadi 150.000 unit per tahun. Total investasi yang dikucurkan untuk pembangunan pabrik ini sendiri mencapai US$ 70 juta.
Masuknya investasi asing, seperti misalnya pabrik Daihatsu ini, tentu akan membawa banyak dampak positif. Salah satunya adalah menyerap tenaga kerja. Selain itu, peningkatan investasi ini juga akan memberikan dampak positif bagi pengembangan industri komponen di dalam negeri, berupa pemanfaatan atau bahkan utilisasi kapasitas terpasang produksi komponen.
Mengingat pentingnya investasi asing di Indonesia, maka Fahmi tidak keberatan ketika ada rencana dari Israel untuk masuk ke bisnis kilang dan bahan bakar nabati di Indonesia. Menurutnya hubungan dagang dengan Israel berbeda dengan hubungan diplomatik. Menurutnya dalam hal perdagangan, orang Indonesia juga tak terhindarkan untuk bertransaksi dengan orang Yahudi. Sementara di sisi lain, rencana Israel untuk memasuki bisnis kilang minyak dan biofuel di Indonesia sempat mendapat ditentang kalangan DPR. Diantara tokoh yang menolak adalah Ali Muhtar Ngabalin dari fraksi PBB. Selain dinilai riskan, menurut Ngabalin Indonesia juga tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Berbakti untuk Tanah Minang
Walaupun Fahmi Idris lahir dan besar di Jakarta, namun di dalam dirinya mengalir darah minang yang sangat kental. Kedua orang tuanya berasal dari minangkabau, dan ia pun dibesarkan dalam tradisi daerah yang kental. Keliahaiannya berbisnis pun mungkin merupakan keahlian “turunan” yang ia peroleh dari nenek moyangnya yang dikenal pandai berdagang.
Karena itulah, walaupun sudah mengenyam kesuksesan yang besar, Fahmi Idris tidak melupakan akar budayanya. Ia masih mengingat tanah minangkabau, tempat kedua orang tuanya berasal, tempat kakek dan neneknya dulu pernah tinggal.
Perhatiannya kepada tanah Minangkabau ia sampaikan dalam banyak hal, mulai dari memberikan bantuan baik berupa materi maupun non materi. Ia kerapkali datang ke Kampus Universitas Andalas untuk sekedar memberikan materi kuliah mengenai kewirausahaan, sebuah materi yang sangat ia kuasai. Ia ingin agar anak-anak muda minangkabau bisa mengikuti jejak dirinya, dengan tidak bergantung kepada orangtua. Ia ingin, pemuda indonesia mandiri, terutama dalam berwirausaha.
Ajaran Fahmi Idris pun banyak diserap oleh murid-muridnya. Ia sangat kaget ketika mengetahui bahwa minat mahasiswa Unand sangat tinggi untuk beriwraswasta. Apa yang telah dilakukan Universitas Andalas selama ini sehingga menimbulkan minat mahasiswanya itu patut dijadikan kebanggaan.
Selain berupa pengetahuan, Fahmi Idris pun kerap memberikan bantuan berupa materil. Fahmi yang juga Ketua Dewan Penyantun Unand tersebut menyatakan komitmennya mengucurkan dana beasiswa sebesar Rp 3 juta bagi 80 mahasiswa.
Dengan semangat kewirausahaan yang selama ini dibangun, diharapkan anak-anak muda akan lebih produktif lagi. Apalagi, saat ini dunia sedang dilanda depresi ekonomi, yang juga berimbas kepada Indonesia. Sejumlah produk industri bakal dioper ke negara Rusia dan Cina yang notabene luput dari krisis ekonomi tersebut.
“Indonesia harus memperluas pasar ke negara yang tidak terkena krisis seperti Rusia dan Cina,” ungkap Fahmi. Menurutnya, selama ini produk Indonesia cukup dibutuhkan pasar dunia. Dengan adanya ekspor ke negara yang tidak terkena krisis diharapkan ekonomi Indonesia tetap berjalan stabil. Antara lain produk yang paling ditonjolkan untuk dikirim ke negara komunis itu berupa produk tekstil dan perkebunan. Selama ini Indonesi dinilai masih ketergantungan ekonomi terhadap negara barat. Sehingga ketika terjadi persoalan keuangan di negara tersebut Indonesia turut terkena getahnya.
Selain itu, Fahmi juga terus mengajari anak-anaknya agar tidak melupakan tanah kelahiran nenek moyang mereka. Ajaran ini pun berhasil. Anak mereka selalu peduli dengan tanah minang. Terbukti, Fahira, putrinya yang tertua, diangkat menjadi Ketua Saudagar Muda Minang. Fahira dikukuhkan menjadi Ketua Saudagar Muda Minang bersama pengurus saudagar muda minang yang dibentuk di 19 kabupaten dan kota, yang beranggotakan sekitar 1.200 orang.**